11 Maret 2011

Tentang mujizat dan karunia-karunia

Apakah mujizat itu? Sehingga banyak orang seakan keranjingan dan mati-matian berusaha mendapatkannya atau berusaha untuk mengalaminya. Para hamba Tuhan mendefinisikannya sebagai kejadian luar biasa yang dimohonkan umat atau siapapun juga dalam doa kepada sang Khalik terutama saat seseorang mengalami sakit penyakit, persoalan hidup baik dalam keluarga, masyarakat, ditempat kerja dan apapun juga persoalan yang dihadapi. Modalnya cuma yakin dan percaya kepada Tuhan, lalu berdoa dengan sungguh-sungguh maka akan besar kuasanya. Sejauh pemahaman seperti uraian diatas, barangkali tidak ada salahnya dan tak perlu dipersoalkan, tetapi cobalah perhatikan dan renungkan beberapa denominasi Kristiani, dalam ritual ibadahnya justru menjadikan mujizat dan karunia-karunia sebagai komoditi pemberitaan Firman Tuhan dan penginjilan. Bahkan ada yang berani mengklaim jika ada umat yang belum mengalaminya pastilah ada dosa yang menjadi penghambatnya. Yang lebih bijak mengatakan bertekunlah dalam doa sampai mujizat terjadi.

Tapi apa sebenarnya yang bisa diartikan dengan mujizat? Apa yang seharusnya dipahami dengan berbagai-bagai karunia mulai dari karunia kepenuhan Roh Kudus, berbahasa Roh, urapan, nubuatan dan banyak lagi. Belum lagi dengan dogma-dogma Kristiani yang sekarang ini justru menjadi pemicu untuk saling-tuding dan saling mengklaim keyakinan merekalah yang benar,Alkitabiyah dan rohani. Pada akhirnya ritual ibadah menjadi carut-marut. Ibadah yang seharusnya tenang dan khusyuk, justru menjadi ingar-bingar dengan perangkat sound system dan teriakan-teriakan pembawa acara maupun rohaniwan menyemangati atau sekedar menyegarkan suasana beberapa jemaat yang terkantuk-kantuk, Hampir dapat dipastikan ujung ritual ibadah seperti ini adalah membentuk sekte-sekte yang juga hampir dapat dipastikan menuju kearah penyesatan.

Mujizat itu sebenarnya adalah sesuatu kejadian atau peristiwa yang terjadi diluar logika, akal sehat pemikiran manusia dan yang tidak mampu dijelaskan sebab-akibatnya. Bagaimana mujizat itu terjadi dan apakah setiap orang dapat mengalaminya? Kalau saja manusia mau menggunakan akal budinya daya nalar dan ilmu pengetahuan, sesungguhnya mujizat hanyalah bagian dari waktu semata untuk menjawabnya. Dalam Alkitab dikatakan;”Cari dulu Kerajaan Allah dan Kebenarannya, maka semua akan ditambahkan kepadamu. Kerajaan Allah dalam ayat ini barangkali bisa diwakilkan dengan gereja secara institusi maupun gereja sebagai pribadi-pribadi. Kalau pemahaman ini bisa diterima maka lebih mudah menjelaskannya karena berarti kerajaan Allah bukanlah seperti arti kata kerajaan semata tapi lebih berupa kiasan tentang rumah Tuhan atau gereja, Kerajaan Allah juga bisa berarti hati. ( Tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah rumah Roh Allah ) dengan demikian menjadi lebih mudah untuk mencari kebenaranNya. Dalam Alkitab bahkan sebagian besar isi Alkitab menceritakan tentang mujizat baik dalam hal penciptaan maupun banyak peristiwa dan kejadian. Tujuannya bukanlah agar apa yang diceritakan dalam Alkitab itu didemonstrasikan atau divisualisasikan secara letter lux. Misalnya yang buta dicelikan, yang timpang bisa berjalan, yang mati dibangkitkan dan sebanyak mujizat yang diceritakan dalam Alkitab harus didemonstrasikan dan divisualisasikan. Apakah Yesus berjalan di air harus bisa dilakukan siapapun juga dari umat Kristiani. Pastilah tidak demikian maksudnya. Apakah kenaikan Yesus ke sorga harus bisa dlakukan umat Kristiani pastilah tidak demikian juga maksudnya. Lalu bagaimana mujizat dan karunia-karunia menjadi buruan dan kebanggaan bagi mereka yang sudah mendapatkan dan mengalaminya.

Seringkali pemberitan Firman Tuhan dan penginjilan tidak lagi mengutamakan hal yang terpenting dalam pewartaannya. KeIlahian Allah dalam Yesus Kristus menjadi kehilangan makna karena hanya diposisikan untuk menjawab setiap persoalan yang dihadapi jemaatnya. Maka mujizat menjadi komoditi yang ampuh untuk menjaring domba-domba yang menjadi liar karena pewartaan itu sendiri. Bagaimana pengalaman Ayub harus dijelaskan demikian juga dengan pengalaman Yususf yang harus mengalami berbagai kesulitan dan kepedihan karena diperlakukan tidak manusiawi. Apakah kisah Ayub dan Yusuf tidak memotivasi kita untuk lebih menghayati penyertaan Allah bahkan dalam kesulitan, kepedihan dan kesesakan sekalipun. Janganlah menghalau semua itu karena sesungguhnya diujung jalan akan nampak kemuliaan dan sekaligus sudah tersedia berkatnya. Kalau saja kita militant, maka dalam keadaan sulit, sedih dan sesak justru makin mampu menghayati penyertaan Allah. Setelah berangkat dari kesulitan,kepedihan dan kesesakan maka bentuk-bentuk mujizat akan menjadi lebih kasat mata semisal sakit penyakit dewasa ini sudah bisa ditangani secara medis kedokteran, hal-hal ekonomi bisa ditangani dengan pemotivasian dan kretifitas, dan hampir semua persoalan dan hiruk-pikuk kehidupan manusia selalu bisa dicari solusinya. Jangan jadikan Kristiani sebagai solusi untuk menjawab persoalan yang dihadapi manusia karena dalam Alkitab dijelaskan bahwa Allah tidak berjanji selalu ada hari yang cerah ceria tetapi yang Dia janjikan adalah memberi kekuatan untuk menghadapi dan menjalani kehidupan ini. Kalau saja manusia memposisikan diri sebagai rekan sekerja Allah, maka kebenaranNya menjadi tugas dan tanggungjawab kita semua untuk mengimplementasikannya dalam keseharian maupun dalam kerangka rencana Allah dalam mensejahterakan dan mengaktualisir manusia itu sendiri dan fasilitas yang ada dan tersedia yaitu ilmu pengetahuan.

Menjadikan mujizat dan berbagai-bagai karunia sebagai sasaran buruan dan komoditi pemberitaan Firman Tuhan dan penginjilan adalah sama juga dengan pembunuhan karakter dan hakekat manusia itu sendiri dan justru bertentangan dengan hal penciptaan agar manusia menaklukan dan berkuasa ( Kej 1 : 28 ).Pemberitaan Firman Tuhan dan penginjilan seharusnya bersinergy dengan ilmu pengetahuan agar mampu menjelaskan apa yang menjadi tanggungjawab manusia dan apa yang menjadi hak dan kewenangan Allah secara utuh dan tidak terperangkap oleh arogansi dan keangkuhan para hamba Tuhan yang seakan memegang otoritas tunggal atas kehendak Allah.

Berapa banyak doa yang hanya tinggal doa semata, tanpa ada jawaban dari Tuhan. Berapa banyak mujizat terjadi sementara kematian jasmani menanti diujung sana. Berapa banyak gereja sebagai institusi menjawab persoalan manusia dalam mencukupi sandang-pangan dan papan? Atau lebih berpuas diri dengan mujizat dan berbagai karunia sambil membangun menara menjulang tinggi dan menimbun harta di bank? Banyak sudah kerancuan terjadi ditengah hiruk-pikuk ritual ibadah dan dogma-dogma. Sementara di Eropa dan Amerika justru ritual ibadah sudah lama ditinggalkan karena memang tidak menjawab persoalan hajat hidup orang banyak kecuali menggiring jemaat menjadi maniac-maniac rohani. Ketimbang bersatu-padu memuji dan memuliakan Allah, dewasa ini gereja terpecah-belah dalam ratusan denominasi dan masing-masing mengklaim pemahamannya yang benar, Alkitabyah dan rohani. Di sudut sana Iblis bersorak-sorak karena mendapat hasil maksimal tanpa harus bersusah-payah menghasut dan menipu umat manusia itu sendiri. Sangat mengherankan jika umat dalam ritual ibadahnya hanya digiring untuk masuk kealam Roh semmentara hidup yang fana ini adalah fakta yang harus dijalani dan disiasati.

Kalau abad ini diprediksi sebagai akhir zaman, itu berarti kita dipacu untuk bersiap diri dalam penggenapan Alkitab. Apa yang sudah kita lakukan sebagai bagian dari penggenapan Alkitab? Kiranya kita tidak terombang-ambing oleh pelbagai ajaran yang mengatasnamakan Tuhan, karena sangat jelas Firman Tuhan dalam Matius 7 : 21 mengatakan;”bukan orang yang menyebut namaKu Tuhan.Tuhan yang akan masuk dalam kerajaan Allah, melainkan mereka yang melakukan segala kehendak BapaKu yang disorga.

Pucung,Bantul 12 Agustus 2009

Anwari,Musa dan Klana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada saran, komentar, pertanyaan, atau kritikan, silahkan Anda ketik di kolom komentar. Terima kasih atas kunjungan Anda ke web blog saya.