11 Maret 2011

Benih perpecahan

Apa yang menjadi benih perpecahan di antara umat yang mengaku percaya dewasa ini? Pertanyaan ini terkesan mengada-ada dan barangkali justru menjadi benih perpecahan di antara umat itu sendiri. Suka atau tidak pertanyaan ini sebenarnya memang layak untuk dipertanyakan karena kegiatan umat Kristiani dewasa ini pada sebagian denominasi sudah terkesan gila-gilaan dan cendrung mengarah pada praktek klenik dimana umat Kristiani tidak lagi dibekali dengan pengertian dan pemahaman yang benar terutama yang berhubungan dengan dogma Kristiani dan justru lebih mengutamakan pada berbagai mujizat dan karunia-karunianya saja. Yang mengkhawatirkan tidak hanya sekedar terjadi perpecahan malah sudah saling mengklaim diri bahwa ajaran dan pemahaman mereka yang benar dan yang lain harus didaur ulang,

Apa yang menjadi benih perpecahan? Dari mana harus kita telusuri awal mula perpecahan itu? Jawabannya sangat sederhana dan sebenarnya tak perlu menelusuri awal mula terjadinya perpecahan itu. Coba renungkan saja siapa yang mengatakan bahwa baptisan air harus diselam dan diluar cara selam itu tidak sah dan harus didaur ulang? Anda dan saya tahulah institusi mana yang mengklaim hal baptisan air harus diselam dan yang lain tidak sah. Sekalipun hal baptisan air merupakan dogma dalam pengajaran umat Kristiani, tetapi dogma ini lebih merupakan symbol umat yang mengaku percaya kepada Sang Khalik yaitu Yesus Kristus yang tidak harus dititik beratkan pada tekhnis pengakuan semata. Karena kalau demikian pemahamannya maka baptisan air yang dilakukan di dalam bak juga bisa saja dianggap tidak sah karena dalam Alkitab baptisan dilakukan di sungai Yordan. Lalu apakah setiap orang yang ingin mengaku percaya harus melakukan perjalanan ke tanah Palestina sekedar untuk dibaptis di sungai Yordan. Dengan pemahaman ini saja maka kita dapat mengerti baptisan air semata-mata symbol; pengakuan percaya dan bukan mengutamakan tekhnis pelaksanaannya baik diselam atau dipercik. Memaksakan hal tekhnis harus lebih utama dari makna pengakuan percaya selain terlalu mengada-ada pada akhirnya cendrung membentuk sekte-sekte yang menyebabkan perpecahan di antara umat itu sendiri yang pada akhirnya umat seperti domba liar yang jadi rebutan para gembala yang seakan memegang otoritas Ilahi dalam menghantar umat untuk beribadah atau malah sebaliknya ritualisasi pemujaan tehadap dogma semata tanpa pengertian dan pemahaman yang benar.akan ajaran itu sendiri. Akhir-akhir ini tentang baptisan selam dan percik tidak hanya menjadi kontroversi tentang keabsahannya, tetapi lebih jauh dan lebih terkesan gila-gilaan bahwa baptisan selampun boleh dilakukan berulang-ulang ( Khotbah CWS di radio Sasando, Selasa 4 Agustus 2009 jam 21.00 wib ) Nah dari hal baptisan air saja jika kita ingin memahami Kristiani dalam terang kasih Tuhan, sangat gamblang dan terlalu sederhana untuk mencari tahu sebenarnya dari mana benih perpecahan itu berawal mula. Apabila kupasan ini masih terasa belum meyakinkan, cobalah kita kaji satu hal tentang mujizat dan berbagai-bagai karunia mulai dari bahasa Roh hingga ke penglihatan dan nubuatan. Siapa yang mengatakan atau mengajarkan bahwa jalannya ritual ibadah tanpa karunia-karunia tidak ada RohNya dan terkesan mati? Lagi-lagi sebagian denominasi yang mengatakan dan mengajarkannya. Bahkan beberapa orang dari denominasi ini yang merasa sebagai gembala sidang dan penginjilnya berani menyatakan telah mengekspansi dan melakukan perubahan tata cara ibadahnya yang mereka katakan dan mereka anggap tidak rohani. Apa yang harus dikatakan dan bagaimana kita bersikap dengan arogansi para gembala sidang maupun penginjil dari denominasi ini? Keangkuhan mereka hanya terletak pada ritual yang mereka klaim sebagai pencurahan Roh Kudus secara demonstrative tanpa mampu memaknai akan peristiwa itu sendiri. Bahkan beberapa dari mereka berani menyelenggarakan ibadah setiap minggu dengan label Kebaktian Kebangunan Rohani ( KKR ) dengan tujuan menghantar umat untuk mengalami berbagai-bagai karunia dan mujizat itu tadi. Kenyataan ini saja sudah menjelaskan pengajaran dan pemahaman terhadap Allah dalam Yesus telah bergeser hanya pada orientasi dan pengalaman akan karunia-karunia semata. Dan lagi-lagi kalau ritual ibadah yang seharusnya menghantar umat untuk memuji dan menyembah bergeser pada karunia-karunia semata, seharusnya dapat kita pahami dalam terang kasih Tuhan ; apa yang menjadi awal mula penyebab perpecahan? Kalau hanya sekedar perpecahan barangkali masih dapat kita pahami sebagai satu tubuh Kristus dengan berbagai-bagai tugas dan tanggungjawabnya. Yang jadi masalah adalah seberapa banyak umat menjadi terombang-ambing oleh berbagai pengajaran dan dogma-dogma yang dipelintir dan salah pemahamannya sehingga sebanyak itu pula umat menjadi tersesat dan liar tanpa pemahaman yang benar dalam pengenalan pujja-puji dan penyembahan kepada ALLAH dalam Yesus Kristus. Perpecahan ini hampir dapat dipastikan akan mengarah pada terbentuknya sekte-sekte yang pada akhirnya juga akan terlihat bentuk-bentuk penyimpangannya.

Kalau masih kurang puas dengan kupasan ini mari kita kaji lagi satu kegiatan Kristiani yang mengklaim diri sebagai pengajaran yang benar yang mengutamakan pada sebutan atau panggilan nama ALLAH dan YESUS. Tanpa harus menyebutkan ayat Firman Tuhan yang menjadi dogma mereka, maka ajaran mereka mengatakan sebutan ALLAH harus diganti dengan ELLOHIM sedangkan sebutan YESUS harus diganti dengan YESUA HAMASIA. Jujur saja siapapun juga yang mendengar pengajaran mereka kalau tidak terperangah yah pastilah marah-marah. Bayangkan saja Alkitab yang sudah diterbitkan ratusan dan mungkin ribuan tahun yang lalu dan masih eksis hingga kini tiba-tiba saja dimentahkan oleh statement mereka yang mengatakan bahwa sebutan atau panggilan kepada ALLAH salah dan yang benar adalah ELLOHIM kemudian YESUS haruslah dengan pangilan atau sebutan YESUA HAMASIA. Kalau saja statement ini bersifat pribadi barangkali tidak harus jadi masalah dan kajian lebih mendalam bagi umat Kristiani. Dalam artian sah-sah saja dia mau memahami seperti itu, tetapi menjadi kontroversi jika semua umat Kristiani harus mengikuti pemahamannya bahkan dengan tendensius menyatakan orang yang tidak sama pemahaman dengan dia adalah salah dan keliru. Contoh setiap umat yang direkrut harus mengikuti dogma ini bahkan institusi ini berani melakukan sakramen pernikahan ulang jika dulu pemberkatannya tidak dilakukan atas nama ELLOHIM dan YESUA HAMASIA. Pengajaran ini sudah dapat terlihat sejak dari awalnya akan menuju kepada pembentukan sekte-sekte yang pada akhirnya pastilah akan terlihat penyimpangannya dari ajaran dan dogma Kristiani. Apakah kita harus menunggu sampai terjadi penyimpangan atau sebaiknya mengambil langkah-langkah preventif dalam menyelamatkan umat yang mungkin saja sudah terombang-ambing oleh berbagai-bagai pengajaran ini. Bagaimana dan siapa yang harus berinisiatif untuk melakukan tindakan preventif ini. Seharusnya lembaga yang menjadi naungan dan mewadahi denominasi-denominasi ini yang merendahkan hati untuk masuk dalam konselling mencari solusi dan masuk dalam kesepakatan bersama bagaimana aktualisasi dan pemberitaan Firman Tuhan harus diwujudkan agar umat tidak terjebak dan terombang-ambing dengan berbagai-bagai pengajaran..

Sebagai clossing statement dari tulisan ini Mengacu pada Matius 7 : 15 – 23. Sebaiknya mereka yang merasa dan yakin atas panggilan sebagai hamba Tuhan atau gembala sidang agar mengerti dan tahu bagaimana Alkitab harus diberitakan dan diajarkan. Janganlah menjadikan Alkitab hanya sebagai buku pintar untuk menjawab setiap kejadian dan peristiwa yang dialami umatNya, melainkan tanamkanlah isi Alkitab menjadi bagian dari kehidupan umat itu sendiri, sehingga mampu memahami dan menghayati dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai peranan dan penyertaan Allah Bapa Putra dan Roh Kudus.

Pucung Bantul 17 Agustus 2009

Hardo Jayadi Setiawan

Callsign: Musa Anwari dan klana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada saran, komentar, pertanyaan, atau kritikan, silahkan Anda ketik di kolom komentar. Terima kasih atas kunjungan Anda ke web blog saya.