11 Maret 2011

Pilih mana…jadi Saulus atau Paulus

Siapakah Saulus dan Paulus sehingga saya harus memilih satu diantara keduanya? Banyak umat Kristen mungkin hanya kenal Paulus lewat surat – suratnya yang mendominasi sebagian besar Perjanjian Baru dengan kisah pertobatannya hingga perjalanannya dalam pemberitaan Firman Tuhan. Bahwa Saulus dan Paulus adalah ibarat dua sisi dari sekeping mata uang yang sama.

Saulus atau Paulus bukanlah nama yang harus kita pilih salah satunya tetapi lebih menggambarkan perjalanan seorang manusia dalam dua kutub yang berbeda.

Pada satu sisi peranan Saulus sebagai seorang ahli Taurat begitu jengkelnya menyaksikan pernyataan dan demonstrasi Yesus yang dikenal adalah anak tukang kayu sebagai Tuhan dan Juru selamat yang mengundang interes dan simpati masyarakat pada waktu itu untuk mempercayai dan menjadi pengikutNya. Hal ini seakan mementahkan keyakinan Saulus pada waktu itu tentang Taurat yang menjadi spesialisasinya. Karuan saja dengan secarik mandat dari petinggi pemerintah waktu itu Saulus mengejar para pengikut Yesus, lalu memenjarakan dan bahkan membunuhnya. Banyak pengikut Yesus menjadi ketakutan dan menghindar dari Saulus. Inilah sekelumit kisah tentang seorang Saulus yang centang peranang dalam perjalanan hidupnya. Sayang apa dan siapa Saulus dalam perjalanannya kurang terungkap latar belakangnya kecuali dia dikenal sebagai seorang ahli Taurat.

Pada sisi yang lain Saulus dalam perjalanannya ke Damsyik mengalami satu peristiwa fenomenal hingga merubah pengertian dan pemahamannya tentang Yesus dan pengikutNya yang dijadikan buruannya. Pengalaman Saulus menjadi luar biasa dari seorang penganiaya hingga pembunuh pengikut – pengikut Yesus berubah menjadi pewarta dalam istilah sekarang dikenal sebagai pekabar Injil yang memberitakan Injil dari satu kota ke kota lain dari satu Negara ke Negara lain. Sesudah mengalami peristiwa fenomenal itu Saulus berganti nama menjadi Paulus. Dalam pekabaran Injil yang dijalaninya Paulus lebih banyak mengajarkan dengan doktrin – doktrin keagamaan dan dalil – dalil realita kehidupan ketimbang mendemonstrasikan fenomenologi mujizat dan keajaiban. Dia membiayai sendiri perjalanan dan pelayanannya dengan menjadi seorang pembuat tenda. Dalam perjalanannya dia tidak serta - merta meminta Tuhan menghentikan angin ribut saat berlayar. Dia tidak berkeluh kesah saat harus menghadapi penangkapan dirinya bahkan dia tidak minta dibebaskan saat dia dipenjara atau bertanya kepada Tuhan kenapa semua kesengsaraan itu harus dialami. Berapa banyak keajaiban atau mujizat yang Paulus alami, toh pengalaman itu tidak dijadikan komoditi pekabaran Injilnya. Dalam nasehatnya Paulus katakan orang yang malas jangan makan. Pada bagian lain nasehat atau pengajarannya bagiku hidup adalah Yesus dan mati adalah keuntungan. Atau Paulus mengajak kita berlomba – lomba dalam kebajikan.

Apa yang mau dikatakan Paulus dari semua pemberitaan dan pekabaran Injilnya? Berdasarkan doktrin – doktrin keagamaan yang dia sampaikan, tidak diragukan kerasulan yang disandangnya dalam arti hidup yang dijalani dari sisi kerohanian mau tidak mau, suka tidak suka menjadi domine Tuhan Yesus dengan manusia sebagai objeknya, Sementara peran aktif manusia dengan segala pengetahuan dan karyanya merupakan dalil – dalil realisasi dari dominasi maha karya Allah itu sendiri.

Sekarang apakah kita yang mengaku umat Kristen harus menentukan status kita sebagai apa dalam menjalani kehidupan dewasa ini. Sebagai Saulus atau sebagai Paulus?

Banyak orang pastilah ingin berstatus seperti Paulus kalau boleh memilih, tetapi kenyataannya kita lebih banyak berperan sebagai Saulus. Mungkin dengan sangat meyakinkan kita berani mengatakan bahwa kita sama sekali tidak pernah terlibat penganiayaan terhadap orang Kristen apalagi membunuhnya. Marilah kita bedah kehidupan sehari – hari kita, apakah kita sudah berprilaku seperti Paulus atau seperti Saulus. Nah menjadi lebih jelas bukan, bahwa sebenarnya kita tidak tahan uji. Di banyak peristiwa dan masalah yang kita hadapi seringkali bukannya kita berpikir dan berjuang keras untuk mengatasinya kita malah datang pada Tuhan dengan sejuta keluh – kesah. Saya sakit kepala. Saya nganggur, saya tidak punya uang dan saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan? Bahkan untuk seorang pendamping hiduppun saya tak mendapatkannya, sehingga saya terlibat perselingkuhan misalnya. Atau untuk sesuap nasi kita harus mengemis atau menipu sana sini. Sebagai orang Kristen percaya kepada Tuhan Yesus sudah pasti menjadi bagian di dalamnya. Adakah seseorang yang mengaku Kristen tapi tidak percaya kepada Tuhan Yesus? Atau adakah seseorang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus tetapi bukan orang Kristen? Bukankah menjadi amat sangat melecehkan kalau kita memisahkan antara percaya kepada Tuhan Yesus dengan sebutan orang Kristen. Apalagi kalau lalu kita mengartikan orang susah itu jauh dari Tuhan, penuh dosa baik dosanya sendiri maupun dosa warisan. Atau hanya mereka yang sukses dan kaya raya yang masuk dalam sebutan orang Kristen dan yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus saja. Bukankah ini lebih menyakitkan dibanding penganiayaan dan lebih kejam dibanding pembunuhan? Tidakkah sosok Paulus bisa menjadi teladan bagaimana Injil itu dikabarkan dan diberitakan? Atau haruskah setiap pekabaran dan pemberitaan Injil selalu diwarnai dengan mujizat dan keajaiban? Barangkali kita menjadi terlalu cengeng dan kekanak – kanakkan, jika selalu berkeluh – kesah dalam setiap masalah dan peristiwa yang kita hadapi. Ingatlah penderitaan Yususf yang harus dibuang saudara – saudaranya dan dijual ke Mesir untuk mempersiapkan makanan pada waktu susah kemudian hari. Adakah Yusuf berkeluh – kesah? Ingatlah Penderitaan Yesus sejak lahirnya di kandang domba, pengungsianNya saat ada dekrit anak laki laki usia balita harus dibunuh. PengembaraanNya dari satu kota ke kota dalam melawat umatNya yang berujung pada penyalibanNya di kayu salib. Adakah terdengar keluh kesahNya. Dia harus mati dan dikuburkan. Tetapi Dia bangkit untuk menyatakan kemenanganNya atas penderitaanNya, dan atas maut. Demikianlah kadang kita tidak sadar bahwa sebenarnya peranan Saulus yang kita jalani. Kita merasa melayani padahal justru menganiaya bahkan membunuh. Kita membiarkan diri menjadi manusia yang takut pada Tuhan hanya semata – mata tidak mau bersusah – payah, bersakit – sakit dulu dan berkubang dalam penderitaan. Padahal dibalik semua itu Ada makanan yang disediakan, ada kebangkitan dan kemenangan bagi mereka yang bekerja dan tahan uji sampai pada kesudahannya. Saulus dan Paulus adalah dua sisi dari sekeping mata uang yang sama. Percaya dan berharap kepada Yesus barulah satu sisi dari kehidupan kita sementara bekerja dan berkarya adalah sisi lain dari kehidupan ini. Keduanya harus berjalan seiring dan seimbang. Maka berkat akan dicurahkan dan Tuhan bertahta atasnya. Amin

Pucung, Bantul 24 Maret 2009

Hardo Jayadi Setiawan

Call sign Anwari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada saran, komentar, pertanyaan, atau kritikan, silahkan Anda ketik di kolom komentar. Terima kasih atas kunjungan Anda ke web blog saya.