Bagaimana efektifitas Firman Tuhan diberitakan menjadi tanda tanya besar dari sisi realita kehidupan umat Kristiani karena “menggiring umat Kristiani untuk percaya kepada Allah dalam Yesus Kristus” Ibarat bergantung pada seutas tali yang ujungnya sampai ke langit, sementara hakekat dan harkat manusia dikebiri selain karena telah jatuh dalam dosa juga tentang keterbatasan manusia itu sendiri begitu diexploitir sehingga apapun juga yang melekat pada manusia hanyalah kesia-siaan semata.(dalam hal ini Iblis berhasil numpang promosi dan termakan manusia sehingga sungguh-sungguh tidak berdaya dan sepenuhnya bergantung seperti pada seutas tali yang ujungnya sampai ke langit.)
Kalau saja manusia berkuasa atas dirinya sendiri dalam terang kasih dan pimpinanNya dan Firman Tuhan tidak dibelenggu sebatas letter lux, pengertian “Iman” dan harus dipahami sebatas Theologi, maka mungkin hidup ini seharusnya dijalani dengan lebih bertanggungjawab dan lebih manusiawi. Disana ada nilai—nilai kemanusiaan sebagai rekan sekerja Allah, yang mampu menerima mandate dari Allah dalam mengolah dunia dan isinya serta mampu menjawab atau menggenapi seluruh isi Alkitab yang menjadi acuannya.
Dewasa ini di negara-negara mayoritas umat Kristiani, gereja banyak ditinggalkan dan tidak lagi menjadi penting dalam mengisi bagian hidup umat Kristiani, Hal ini tidak berarti umat Kristiani itu murtad dan sesat, apalagi kalau dikatakan Iblis dalam kapasitasnya menghasut umat untuk menjadi pengikutnya. Ditinggalkannya ritual-ritual ibadah di gereja oleh umatnya, lebih disebabkan gereja dengan para pemimpin dan para pengurusnya tidak mampu menjawab dan berbuat banyak bagi hajat hidup orang banyak. Bahkan sekedar untuk sesuap nasi, mereka hanya menganjurkan berdoa saja pada Allah, sedangkan diluar keKristenan, dunia bahkan mampu menciptakan sarana untuk bertanggunbgjawab dalam mengolah dunia dan isinya serta maksimal memanfaatkannya untuk hajat hidup orang banyak. Mungkin sebagian umat bertanya “fenomena apa ini?” Dalam menjawab pertanyaan inilah diperlukan kejujuran dan kearifan dari para hamba Tuhan dan mereka yang bekerja diladangNya.
Sementara di benua Asia yang merupakan kelahiran dari banyak agama termasuk Kristiani didalamnya, memang ritual-ritual ibadah masih dan akan terus berkembang dan menjadi bagian hidup dari umatnya, tetapi cobalah kita terlibat didalamnya, maka segera bisa kita rasakan penyakit-penyakit social sama berkembangnya dalam masyarakat dan umat bahkan mungkin lebih hebat ketimbang ritual-ritual ibadah yang justru saling jegal satu dengan lainnya Lihatlah seberapa banyak umat makin terjebak dalam kemiskinan dan kebodohan, ketidak mampuan dan ketidak berdayaan dalam sekedar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi dengan sakit-penyakit mulai dari sakit kepala hingga sakit jiwa. Betapa menyakitkan dan menyedihkan dalam keadaan demikian para hamba Tuhan justru menghakiminya dengan mengatakan umat atau masyarakat yang terjebak itu sebagai umat dan masyarakat yang terkutuk bahkan terkutuk dalam kutuk turun-temurun. Alih-alih para hamba Tuhan memampukan dan memberdayakan umat atau masyarakat itu, malah digiring pada ritual-ritual alam roh yang kalau dijawab nama Tuhan dimuliakan sementara jika sebaliknya maka diminta agar tekun dalam doa dan pengharapan.
Sungguh; ketika Firman Tuhan diberitakan, mengapa jusrtru hal dosa yang dikupas, kemudian batasan-batasan hidup harus dalam garis sempadan yang sudah ditentukan agar tidak dilanggar semisal prilaku sex, keinginan daging dan berbagai tingkah-laku dan prilaku manusia ( yang menjadi domine dunia pendidikan ) yang mengisi bagian khotbahnya yang dengan demikian Iblislah yang dipromosikan karena umat hanya dibekali dengan iman dan doa serta pengharapan.
Kalau saja existensi dan kemampuan manusia menjadi bagian penting dalam arti rekan sekerja Allah dan dalam pemberitaan Firman Tuhan sebagai methode mensiasati hidup ini dan ditunjang dengan layanan external seperti dijelaskan alinea-alinea dibawah ini, paling tidak barangkali kita boleh berharap dunia yang kita tinggali ini akan lebih baik dan dijalani dengan lebih bertanggungjawab ketimbang membatasi umat dengan hal-hal larangan yang sesungguhnya justru terkesan menakut-nakuti umat agar jangan begini dan jangan begitu. Bukankah hal prilaku sex juga terjadi dalam keluarga hanya dilegitimasi dengan selembar
Ketika Hamba Tuhan mengupas Firman Tuhan tentang rajawali yang terbang tinggi, maka kupasan Firman Tuhan itu hanya bisa dipahami sebatas perumpamaan, sedangkan dunia dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologinya tidak hanya memahami kisah rajawali sebatas perumpamaan melainkan menciptakan pesawat terbang yang bahkan lebih hebat dari rajawali itu baik dari kecepatan terbangnya, daya jelajahnya yang mampu menembus banyak lapisan atmosfir serta mengunjungi planet demi planet adalah untuk menjawab betapa hebat maha karya Allah dalam menciptakan langit dan bumi dimana anda dan saya dapat mengerti apa yang mau diartikan dengan kata “terbang tinggi”
Berapa banyak hamba Tuhan yang mengartikan Sarah isteri Abraham yang mandul lalu mengandung dan melahirkan Ishak pada masa tuanya atau Elizabeth isteri Zakaria yang hamil pada masa tuanya sebagai buah dari iman percaya, sementara dunia medis dengan peralatan mutakhirnya mampu membuat seorang perempuan yang bahkan tidak harus melalui hubungan sex sekalipun dapat mengandung dan melahirkan seorang bayi manusia dengan inseminasi buatan? Bukankah dua hal ini seharusnya dilihat dan diartikan sebagai jawaban yang satu atas yang lainnya dalam arti mencari kebenaran dan tidak terjebak dalam pemahaman sempit seakan apa yang dihasilkan manusia bertentangan dengan Firman Tuhan. Kalau pemahaman terhadap isi Alkitab selalu diperhadapkan pada dikotomi ini dari Allah dan itu dari dunia maka, bagaimana umat Kristiani berani mengklaim (pribadi, institusi bahkan umat Kristiani ) sebagai yang “lebih dari pemenang”Yang lebih menyedihkan adalah ketika hal-hal mujizat telah kehilangan minat dari umat yang terpaku-paku karena ada yang mengalami mujizat dan ada juga yang sepanjang hidupnya hanyalah penderitaan semata, diperhadapkan pada situasi akhir zaman yang bahkan Yesus sendiri tidak tahu kapan harinya. Bisa-bisanya para hamba Tuhan menjadikan akhir zaman sebagai bagian pengajaran agar umat selalu siap sedia mana kala hari itu datang. Sungguh menyedihkan ketika manusia seharusnya berdaya atas dirinya sendiri dibenturkan kepada hal-hal diluar kemampuan berpikir dan daya nalarnya sehingga ketika umat seharusnya mampu bertanggungjawab atas dirinya sendiri, maka tanggungjawab itu justru dikuasai dunia dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologinya. Janganlah menciptakan dikotomi bahwa yang ini dari Tuhan dan yang itu hasil dari dunia. Sebaiknya dipahami dan dimengerti bahwa yang satu melengkapi yang lain atau yang satu menjawab yang lain sehingga keduanya seperti sekeping mata uang yang tak terpisahkan. Dari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika ada saran, komentar, pertanyaan, atau kritikan, silahkan Anda ketik di kolom komentar. Terima kasih atas kunjungan Anda ke web blog saya.