11 Maret 2011

Umat yang cerdas dan dewasa

Saya tidak tahu berapa pastinya, umat Kristiani yang ada di Indonesia sekarang ini?. Apakah penting mengetahui seberapa banyak umat Kristiani di Indonesia? Sebenarnya yang ingin dikupas dalam tulisan ini adalah berapa banyakpun umat Kristiani yang ada di Indonesia, apakah cukup punya kualitas pemahaman dan prilaku yang sesuai dengan ajaran Kristiani itu sendiri. Hal ini menjadi penting karena makin bertumbuhnya persekutuan maupun gereja tidak mencerminkan umat yang cerdas dan dewasa kalau tidak ingin dikatakan sebaliknya. Cobalah lihat aktifitas gereja-gereja mainstream yang terkesan kaku dan menjemukan. Sementara gereja-gereja dan persekutuan warna-warni malah terkesan klenik dan mengarahkan umatnya seakan besok adalah kedatangan Yesus kedua kalinya. Hidup ini yang seharusnya dijalani dengan berbagai tugas dan tanggung jawab, yang terasa makin berat dan penuh tantangan justru diabaikan hanya untuk membaca dan memahami Firman Tuhan. Cobalah tengok… apakah dunia makin dikuasai oleh mereka yang mengaku lebih dari pemenang, Bejana kemuliaan, berkat surgawi dan sejuta motto yang bombastis atau dunia makin dikuasai tekhnologi dan explornya.

Banyak umat terheran-heran dan terkagum-kagum, bagaimana tumpang tangan dan urapan, dapat mendatangkan berbagai karunia mujizat. Tapi mereka merasa kalah pamor oleh ponari dengan batu dan air celupannya. Belum lagi kupasan Firman Tuhan yang diuraikan sebagai nubuat kedatangan Yesus, diracik menjadi jamu tradisional yang cespleng ketika diminum. Jadilah manusia ciptaan Tuhan yang paling sempurna, serupa dan segambar dengan kehendak Bapa tidak lebih dari seonggok tulang belulang berbalut daging dan kulit yang mungkin ( maaf ) untuk sekedar buang hajatpun harus bertanya kepada sang Penciptanya. Dimana dan kemana saya harus buang hajat. Inilah yang menjadi kegelisahan terhadap bagaimana isi Alkitab dipahami dan diimplementasikan oleh umatNya. Semua berpulang kepada para hamba Tuhan yang menyampaikan pemberitaan Injil. Kemana jemaat atau umat ini akan digembalakan. Sekedar bersiap-siap menantikan kedatangan Yesus kedua kalinya sambil menggapai berbagai-bagai karunia bahasa Roh maupun mujizat-mujizat ketika menghadapi sakit-penyakit ataupun musibah dan persoalan hidup yang seharusnya mudah dihadapi umat itu sendiri. Atau mampu membuka cakrawala dan pola pikir umatnya dalam melihat tantangan dan kesempatan sebagai manifestasi dari Firman Tuhan yang dijadikan pegangan dan petunjuk menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Adakah jaminan umat Kristiani hidup jauh dari iri hati, dengki, tipu muslihat, keangkuhan, kemiskinan, sakit-penyakit, kebodohan bahkan keterbelakangan hingga tak mengerti sesungguhnya dunia telah bergerak dan berkembang kearah mana. Tidakkah fenomena pertumbuhan gereja-gereja dan persekutuannya memperlihatkan atau ibarat pepatah mengatakan bagai katak dalam tempurung. Dunia yang berkembang pesat kurang dicermati kalangan gereja maupun persekutuannya kecuali dipahami sebagai tawaran menggiurkan yang menyesatkan. Dengan demikian umatnya yang usai ibadah kerohanian kembali ke dunianya, menjadi stress karena terdorong kebutuhan sandang-pangan yang harus dicukupi, biaya sekolah maupun energi yang terus membumbung. Tawaran tekhnologi yang terus membuat hati dan pikiran bertanya, apa yang harus kita lakukan? Berdoa saja, berserah dan berharap pada kasih Tuhan agar mujizat masih terjadi? Sementara kehidupan masih berjalan terus, tingkat stress sudah menjadi depresi. Dalam keadaan ini umat atau jemaat malah diminta untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan. Lembar uangmu adalah lembaran yang baru dikeluarkan lembaga bank dengan nominal yang terbesar dan dalam jumlah terbanyak yang mampu diberikan. Apapun juga yang mampu umat berikan berikanlah yang terbaik dan terbesar. Jangan tunggu usahamu berhasil dulu jangan tunggu ada pembangunan dan pengembangan gereja. Berikan sekarang juga. Karuan saja umat tak mampu lagi berfikir sehat dan logic karena satu sisi diperhadapkan pada perintah/kehendak Allah, disisi lain dapur dan usaha dirumah juga harus diperhatikan. Tapi semua tidak ada waktu lagi untuk menghitung-hitung maupun menyisihkan seberapa besar yang baik untuk diberikan.. Dalam kehidupan sehari-hari di gereja maupun diluar sana nampak biasa-biasa saja namun sesungguhnya dalam hati seakan ada api dalam sekam. Setiap saat mampu meledak dengan alasan yang paling sepele sekalipun. Dan itu tidak terkecuali, seorang hamba Tuhan yang punya gawean berskala nasional sekalipun suatu ketika mampu menendang sopirnya sambil sumpah serapah tanpa alasan yang kuat untuk melakukannya. Apalagi cuma umat atau jemaat biasa yang problem utamanya adalah sesuap nasi dan biaya sekolah anak. Mana lebih penting; membangun gedung ibadah semegah Plaza Indonesia atau membina umat agar cerdas dan dewasa agar mampu membiayai kebutuhannya dan syukur kalau mampu mengulurkan tangan untuk membantu yang lemah dan kekurangan. Sementara gedung ibadah bukanlah diabaikan, kalau problemnya cuma terkesan sesak solusinya kan jam ibadah yang diperbanyak. Kalau perlu dari subuh hingga dini hari penyelenggaraannya. Bukankah kehendak Allah tidak diukur dari seberapa megah gedung ibadahnya. Bukankah qualitas dan quantitas jemaat tidak diukur dari seberapa besar jumlah yang diberikan dalam bentuk perpuluhan maupun kolekte? Jadi ukuran umat/jemaat yang cerdas dan dewasa adalah bagaimana membaur dan mengimplementasikan iman percayanya ditengah kehidupan sehari-hari. Ukuran gereja sebagai institusi adalah sejauh mana berperan ditengah hiruk=pikuk dunia yang dilanda musibah dan bencana. Dalam keadaan normal sudahkah mencerdaskan dan mensejahterakan umatnya sendiri maupun masyarakat pada umumnya semisal dengan menguasai dunia pendidikan, kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam kerangka manifestasi dari Firman Tuhan? Para hamba Tuhan yang paling bertanggung-jawab atas kecerdasan dan kedewasaan umat/jemaatnya. Bukankah mereka dipanggil untuk menggembalakan domba-dombanya ke padang rumput yang hijau dan ke air yang tenang. Para hamba Tuhan yang paling bertanggung-jawab untuk mendatangkan hujan maupun menghentikannya bahkan sampai bertahun-tahun tidak hujan seperti yang dilakukan Elia agar domba gembalaannya melakukan kehendak Allah. Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati. Kiranya mereka yang beriman dan mengaku percaya kepada Tuhan mampu menjadi rekan sekerja Allah dalam mewujudkan isi Alkitab. Amin

Pucung, Bantul 27 April 2009

Hardo J Setiawan

Callsign:Musafir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada saran, komentar, pertanyaan, atau kritikan, silahkan Anda ketik di kolom komentar. Terima kasih atas kunjungan Anda ke web blog saya.