11 Maret 2011

YUNUS

Adakah para nabi mengalami pengalaman luar biasa seperti yang dialami Yunus yang harus tinggal dalam perut ikan paus selama tiga hari? Banyak Theolog yang menafsirkan pengalaman Yunus hidup dalam perut ikan paus selama tiga hari adalah gambaran akan kematian Yesus dan dikuburkan tiga hari di perut bumi kemudian bangkit dari kematian. Tapi secara keseluruhan cerita Yunus ini tidak identik dengan perjalanan hidup Yesus, bahkan terkesan bertolak belakang. Yunus hidup dalam perut ikan paus karena melarikan diri, sedangkan Yesus mati dan dikuburkan justru karena tanggungjawabNya dalam mengemban kehendak Bapa di Sorga. Lalu sebenarnya apa yang harus dipahami dari kisah Yunus ini? Jika kita mau memahami Alkitab dalam terang kasih Tuhan, maka sesungguhnya isi Alkitab ditulis secara terbuka dan tidak menutupi baik buruknya suatu peristiwa. Semua peristiwa dalam Alkitab ditulis secara gamblang dan berpulang kepada pembacanya ( secara individu/pribadi )dalam memahaminya. Sedangkan sebagai wacana pemberitaan Injil maupun Firman Tuhan tidaklah semudah pribadi-pribadi memahaminya. Memaksakan pemahaman pribadi ke ranah public, tentunya tidak dalam pengertian dogmatis dan sebaiknya sebatas menambah wawasan pemahaman saja.

Kisah tentang Yunus sesungguhnya ingin menjelaskan bagaimana orang dengan label Nabi sekalipun bisa melarikan diri dari tanggungjawabnya dalam menjawab panggilan Allah. Perintah Allah kepada Yunus adalah pergi ke kota Niniwe untuk memberitakan pertobatan karena penduduk dan masyarakat di kota itu sudah terbiasa dengan prilaku sex menyimpang. yang dimata Allah merupakan kejahatan. Namun Yunus justru berlayar ke Tarsis hanya karena dia dengar juga bahwa masyarakat Tarsis tidak hanya berprilaku sex menyimpang tapi kejam dan bengis terhadap orang yang tidak disukai bahkan bisa berlaku anarkis. Kisah Yunus kalau boleh jadi perbandingan; bagaimana dengan hamba Tuhan dewasa ini? Pilihan Allah telah jatuh kepada Yunus, maka ketika Yunus melarikan diri ke Tarsis Allah mendatangkan angin topan dalam pelayaran Yunus itu sehingga kapal terombang-ambing . yang membuat semua awak kapal dan penumpangnya kalang kabut. Ada yang berusaha menyelamatkan kapal yang akan tenggelam,ada juga yang berdoa memohonkan pertolongannya. Herannya Yunus malah bisa tidur nyenyak. Lagi-lagi Yunus tidur nyenyak ini menjadi gambaran dari seorang nabi yang bisa tidak peduli atau katakanlah lepas tangan atas prilakunya yang mendatangkan malapetaka. Lalu Yunus dibangunkan dan diminta pendapatnya bagaimana menghadapi situasi kacau yang bisa menyebabkan kapal tenggelam ini. Yunus sadar jika dia adalah pangkal persoalan yang membuat situasi meminta tanggungjawabnya. Dalam kesadaran yang sudah terlambat dan mungkin pasrah melihat situasi gawat yang dihadapi maka Yunus minta agar dia dilempar kelaut. Setelah berunding maka disepakati Yunus dilempar kelaut.Pilihan Allah jatuh kepada Yunus, maka dikirimlah seekor ikan paus dan menelan Yunus bulat-bulat. Kisah ikan paus sebesar apakah yang mampu menelan Yunus bulat-bulat dan bagaimana Yunus bisa bertahan hidup tiga hari di perut ikan paus menjadi menarik dan berbau science fiction yang menjadi konsumsi anak-anak SD tentunya jika dijadikan film cartoon animasi. Dalam perut ikan paus itu Yunus menyesal dan bertobat. Pilihan Allah telah jatuh kepada Yunus, maka Allah menggiring ikan Paus itu ketepi pantai dan memuntahkan Yunus. Perintah Allah kepada Yunus masih berlaku dan Yunus harus bersiap-siap untuk ke Niniwe. Kali ini Yunus mantap untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Lalu di Niniwe Yunus dengan lantang dan berani menghadapi resiko apapun memberitakan agar masyarakat dan penduduk Niniwe bertobat. Herannya penduduk dan masyarakat Niniwe bagus responsnya dan ramai-ramai bertobat bahkan dengan doa-puasa segala. Apakah Niniwe yang bertobat menyenangkan hati Yunus? Lagi-lagi kita lihat ulah seorang nabi yang justru lebih suka melihat murka Allah turun dan terjadi di kota Niniwe. Dengan kuasaNya Allah membuat pohon ara dimana Yunus sedang berteduh dari terik matahari, layu seketika. Bukannya Yunus menyadari akan warning dari Allah, malah bersungut-sungut kepada Allah. Lalu Allah menasehati Yunus kalau pohon yang tidak kamu tanam dan tidak kamu tumbuhkan kamu sayangi terlebih lagi Allah menyayangi masyarakat Niniwe yang mau bertobat.

Cerita tentang Yunus sungguh tak ada hubungannya dengan prilaku jemaat, umat maupun kelompok-kelompok masyarakat. Dari alur ceritanya sangat jelas bagaimana Yunus harus dipahami sebagai symbol para hamba Tuhan dengan panggilan layanannya. Apakah para hamba Tuhan ini memahami arti panggilan Allah, bagaimana mengimplementasikan panggilan layanan itu dan bagaimana konsekwensinya baik sebagai manusia maupun sebagai hamba Tuhan. Inilah yang kurang dipahami bahkan salah dipahami sehingga dalam pemberitaan Injil maupun Firman Tuhan, selalu saja jemaat, umat maupun kelompok masyarakat yang dikorbankan sebagai orang-orang berdosa, orang-orang yang diperhadapkan pada kesalahan dan hukuman. Jika kisah Yunus ini bisa jadi perbandingan bagi para hamba Tuhan yang sekarang ini bahkan berani menyatakan diri sebagai Nabi dan jabatan-jabatan lainnya dalam Alkitab, kemana jemaat, umat dan kelompok masyarakat ini digiring dan digembalakan? Beberapa jemaat di suatu kota begitu jengkel melihat hamba Tuhannya tampil perlente dengan jam tangan rolex dan baby benz keluaran tahun terakhir mondar-mandir, wara-wiri baik ditengah umatnya maupun antar wilayah sementara jemaatnya hidup kere dan kemana-mana lebih banyak menggunakan ojeg atau angkutan umum. Bagaimana gedung gereja dibuat mewah dan megah. Banyak ritual ibadah diselenggarakan disembarang tempat di pusat-pusat keramaian? Yang paling menyakitkan jemaat selalu dijejali dengan wacana mujizat, karunia dan doa yang sudah mirip jampi-jampi. Kalau mujizat terjadi yah fenomenalah. Tapi kalau tidak terjadi mujizat, yah bertekunlah dalam doa hingga mujizat terjadi.

Yunus adalah hamba Tuhan. Bagaimana Yunus dipahami bergantung kepada para hamba Tuhan baik yang dipanggil maupun yang terpanggil. Dari sanalah kualitas umat dapat dilihat dibentuk dan dirasakan. Demikianlah sebaiknya Firman Tuhan dipahami.

Pucung, Bantul 9 Agustus 2009.

Musa,Anwari dan Klana.

Tentang mujizat dan karunia-karunia

Apakah mujizat itu? Sehingga banyak orang seakan keranjingan dan mati-matian berusaha mendapatkannya atau berusaha untuk mengalaminya. Para hamba Tuhan mendefinisikannya sebagai kejadian luar biasa yang dimohonkan umat atau siapapun juga dalam doa kepada sang Khalik terutama saat seseorang mengalami sakit penyakit, persoalan hidup baik dalam keluarga, masyarakat, ditempat kerja dan apapun juga persoalan yang dihadapi. Modalnya cuma yakin dan percaya kepada Tuhan, lalu berdoa dengan sungguh-sungguh maka akan besar kuasanya. Sejauh pemahaman seperti uraian diatas, barangkali tidak ada salahnya dan tak perlu dipersoalkan, tetapi cobalah perhatikan dan renungkan beberapa denominasi Kristiani, dalam ritual ibadahnya justru menjadikan mujizat dan karunia-karunia sebagai komoditi pemberitaan Firman Tuhan dan penginjilan. Bahkan ada yang berani mengklaim jika ada umat yang belum mengalaminya pastilah ada dosa yang menjadi penghambatnya. Yang lebih bijak mengatakan bertekunlah dalam doa sampai mujizat terjadi.

Tapi apa sebenarnya yang bisa diartikan dengan mujizat? Apa yang seharusnya dipahami dengan berbagai-bagai karunia mulai dari karunia kepenuhan Roh Kudus, berbahasa Roh, urapan, nubuatan dan banyak lagi. Belum lagi dengan dogma-dogma Kristiani yang sekarang ini justru menjadi pemicu untuk saling-tuding dan saling mengklaim keyakinan merekalah yang benar,Alkitabiyah dan rohani. Pada akhirnya ritual ibadah menjadi carut-marut. Ibadah yang seharusnya tenang dan khusyuk, justru menjadi ingar-bingar dengan perangkat sound system dan teriakan-teriakan pembawa acara maupun rohaniwan menyemangati atau sekedar menyegarkan suasana beberapa jemaat yang terkantuk-kantuk, Hampir dapat dipastikan ujung ritual ibadah seperti ini adalah membentuk sekte-sekte yang juga hampir dapat dipastikan menuju kearah penyesatan.

Mujizat itu sebenarnya adalah sesuatu kejadian atau peristiwa yang terjadi diluar logika, akal sehat pemikiran manusia dan yang tidak mampu dijelaskan sebab-akibatnya. Bagaimana mujizat itu terjadi dan apakah setiap orang dapat mengalaminya? Kalau saja manusia mau menggunakan akal budinya daya nalar dan ilmu pengetahuan, sesungguhnya mujizat hanyalah bagian dari waktu semata untuk menjawabnya. Dalam Alkitab dikatakan;”Cari dulu Kerajaan Allah dan Kebenarannya, maka semua akan ditambahkan kepadamu. Kerajaan Allah dalam ayat ini barangkali bisa diwakilkan dengan gereja secara institusi maupun gereja sebagai pribadi-pribadi. Kalau pemahaman ini bisa diterima maka lebih mudah menjelaskannya karena berarti kerajaan Allah bukanlah seperti arti kata kerajaan semata tapi lebih berupa kiasan tentang rumah Tuhan atau gereja, Kerajaan Allah juga bisa berarti hati. ( Tidak tahukah kamu bahwa tubuhmu adalah rumah Roh Allah ) dengan demikian menjadi lebih mudah untuk mencari kebenaranNya. Dalam Alkitab bahkan sebagian besar isi Alkitab menceritakan tentang mujizat baik dalam hal penciptaan maupun banyak peristiwa dan kejadian. Tujuannya bukanlah agar apa yang diceritakan dalam Alkitab itu didemonstrasikan atau divisualisasikan secara letter lux. Misalnya yang buta dicelikan, yang timpang bisa berjalan, yang mati dibangkitkan dan sebanyak mujizat yang diceritakan dalam Alkitab harus didemonstrasikan dan divisualisasikan. Apakah Yesus berjalan di air harus bisa dilakukan siapapun juga dari umat Kristiani. Pastilah tidak demikian maksudnya. Apakah kenaikan Yesus ke sorga harus bisa dlakukan umat Kristiani pastilah tidak demikian juga maksudnya. Lalu bagaimana mujizat dan karunia-karunia menjadi buruan dan kebanggaan bagi mereka yang sudah mendapatkan dan mengalaminya.

Seringkali pemberitan Firman Tuhan dan penginjilan tidak lagi mengutamakan hal yang terpenting dalam pewartaannya. KeIlahian Allah dalam Yesus Kristus menjadi kehilangan makna karena hanya diposisikan untuk menjawab setiap persoalan yang dihadapi jemaatnya. Maka mujizat menjadi komoditi yang ampuh untuk menjaring domba-domba yang menjadi liar karena pewartaan itu sendiri. Bagaimana pengalaman Ayub harus dijelaskan demikian juga dengan pengalaman Yususf yang harus mengalami berbagai kesulitan dan kepedihan karena diperlakukan tidak manusiawi. Apakah kisah Ayub dan Yusuf tidak memotivasi kita untuk lebih menghayati penyertaan Allah bahkan dalam kesulitan, kepedihan dan kesesakan sekalipun. Janganlah menghalau semua itu karena sesungguhnya diujung jalan akan nampak kemuliaan dan sekaligus sudah tersedia berkatnya. Kalau saja kita militant, maka dalam keadaan sulit, sedih dan sesak justru makin mampu menghayati penyertaan Allah. Setelah berangkat dari kesulitan,kepedihan dan kesesakan maka bentuk-bentuk mujizat akan menjadi lebih kasat mata semisal sakit penyakit dewasa ini sudah bisa ditangani secara medis kedokteran, hal-hal ekonomi bisa ditangani dengan pemotivasian dan kretifitas, dan hampir semua persoalan dan hiruk-pikuk kehidupan manusia selalu bisa dicari solusinya. Jangan jadikan Kristiani sebagai solusi untuk menjawab persoalan yang dihadapi manusia karena dalam Alkitab dijelaskan bahwa Allah tidak berjanji selalu ada hari yang cerah ceria tetapi yang Dia janjikan adalah memberi kekuatan untuk menghadapi dan menjalani kehidupan ini. Kalau saja manusia memposisikan diri sebagai rekan sekerja Allah, maka kebenaranNya menjadi tugas dan tanggungjawab kita semua untuk mengimplementasikannya dalam keseharian maupun dalam kerangka rencana Allah dalam mensejahterakan dan mengaktualisir manusia itu sendiri dan fasilitas yang ada dan tersedia yaitu ilmu pengetahuan.

Menjadikan mujizat dan berbagai-bagai karunia sebagai sasaran buruan dan komoditi pemberitaan Firman Tuhan dan penginjilan adalah sama juga dengan pembunuhan karakter dan hakekat manusia itu sendiri dan justru bertentangan dengan hal penciptaan agar manusia menaklukan dan berkuasa ( Kej 1 : 28 ).Pemberitaan Firman Tuhan dan penginjilan seharusnya bersinergy dengan ilmu pengetahuan agar mampu menjelaskan apa yang menjadi tanggungjawab manusia dan apa yang menjadi hak dan kewenangan Allah secara utuh dan tidak terperangkap oleh arogansi dan keangkuhan para hamba Tuhan yang seakan memegang otoritas tunggal atas kehendak Allah.

Berapa banyak doa yang hanya tinggal doa semata, tanpa ada jawaban dari Tuhan. Berapa banyak mujizat terjadi sementara kematian jasmani menanti diujung sana. Berapa banyak gereja sebagai institusi menjawab persoalan manusia dalam mencukupi sandang-pangan dan papan? Atau lebih berpuas diri dengan mujizat dan berbagai karunia sambil membangun menara menjulang tinggi dan menimbun harta di bank? Banyak sudah kerancuan terjadi ditengah hiruk-pikuk ritual ibadah dan dogma-dogma. Sementara di Eropa dan Amerika justru ritual ibadah sudah lama ditinggalkan karena memang tidak menjawab persoalan hajat hidup orang banyak kecuali menggiring jemaat menjadi maniac-maniac rohani. Ketimbang bersatu-padu memuji dan memuliakan Allah, dewasa ini gereja terpecah-belah dalam ratusan denominasi dan masing-masing mengklaim pemahamannya yang benar, Alkitabyah dan rohani. Di sudut sana Iblis bersorak-sorak karena mendapat hasil maksimal tanpa harus bersusah-payah menghasut dan menipu umat manusia itu sendiri. Sangat mengherankan jika umat dalam ritual ibadahnya hanya digiring untuk masuk kealam Roh semmentara hidup yang fana ini adalah fakta yang harus dijalani dan disiasati.

Kalau abad ini diprediksi sebagai akhir zaman, itu berarti kita dipacu untuk bersiap diri dalam penggenapan Alkitab. Apa yang sudah kita lakukan sebagai bagian dari penggenapan Alkitab? Kiranya kita tidak terombang-ambing oleh pelbagai ajaran yang mengatasnamakan Tuhan, karena sangat jelas Firman Tuhan dalam Matius 7 : 21 mengatakan;”bukan orang yang menyebut namaKu Tuhan.Tuhan yang akan masuk dalam kerajaan Allah, melainkan mereka yang melakukan segala kehendak BapaKu yang disorga.

Pucung,Bantul 12 Agustus 2009

Anwari,Musa dan Klana

Tanpa disadari sebenarnya si Iblis promosi saat Firman Tuhan diberitakan

Bagaimana efektifitas Firman Tuhan diberitakan menjadi tanda tanya besar dari sisi realita kehidupan umat Kristiani karena “menggiring umat Kristiani untuk percaya kepada Allah dalam Yesus Kristus” Ibarat bergantung pada seutas tali yang ujungnya sampai ke langit, sementara hakekat dan harkat manusia dikebiri selain karena telah jatuh dalam dosa juga tentang keterbatasan manusia itu sendiri begitu diexploitir sehingga apapun juga yang melekat pada manusia hanyalah kesia-siaan semata.(dalam hal ini Iblis berhasil numpang promosi dan termakan manusia sehingga sungguh-sungguh tidak berdaya dan sepenuhnya bergantung seperti pada seutas tali yang ujungnya sampai ke langit.)

Kalau saja manusia berkuasa atas dirinya sendiri dalam terang kasih dan pimpinanNya dan Firman Tuhan tidak dibelenggu sebatas letter lux, pengertian “Iman” dan harus dipahami sebatas Theologi, maka mungkin hidup ini seharusnya dijalani dengan lebih bertanggungjawab dan lebih manusiawi. Disana ada nilai—nilai kemanusiaan sebagai rekan sekerja Allah, yang mampu menerima mandate dari Allah dalam mengolah dunia dan isinya serta mampu menjawab atau menggenapi seluruh isi Alkitab yang menjadi acuannya.

Dewasa ini di negara-negara mayoritas umat Kristiani, gereja banyak ditinggalkan dan tidak lagi menjadi penting dalam mengisi bagian hidup umat Kristiani, Hal ini tidak berarti umat Kristiani itu murtad dan sesat, apalagi kalau dikatakan Iblis dalam kapasitasnya menghasut umat untuk menjadi pengikutnya. Ditinggalkannya ritual-ritual ibadah di gereja oleh umatnya, lebih disebabkan gereja dengan para pemimpin dan para pengurusnya tidak mampu menjawab dan berbuat banyak bagi hajat hidup orang banyak. Bahkan sekedar untuk sesuap nasi, mereka hanya menganjurkan berdoa saja pada Allah, sedangkan diluar keKristenan, dunia bahkan mampu menciptakan sarana untuk bertanggunbgjawab dalam mengolah dunia dan isinya serta maksimal memanfaatkannya untuk hajat hidup orang banyak. Mungkin sebagian umat bertanya “fenomena apa ini?” Dalam menjawab pertanyaan inilah diperlukan kejujuran dan kearifan dari para hamba Tuhan dan mereka yang bekerja diladangNya.

Sementara di benua Asia yang merupakan kelahiran dari banyak agama termasuk Kristiani didalamnya, memang ritual-ritual ibadah masih dan akan terus berkembang dan menjadi bagian hidup dari umatnya, tetapi cobalah kita terlibat didalamnya, maka segera bisa kita rasakan penyakit-penyakit social sama berkembangnya dalam masyarakat dan umat bahkan mungkin lebih hebat ketimbang ritual-ritual ibadah yang justru saling jegal satu dengan lainnya Lihatlah seberapa banyak umat makin terjebak dalam kemiskinan dan kebodohan, ketidak mampuan dan ketidak berdayaan dalam sekedar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi dengan sakit-penyakit mulai dari sakit kepala hingga sakit jiwa. Betapa menyakitkan dan menyedihkan dalam keadaan demikian para hamba Tuhan justru menghakiminya dengan mengatakan umat atau masyarakat yang terjebak itu sebagai umat dan masyarakat yang terkutuk bahkan terkutuk dalam kutuk turun-temurun. Alih-alih para hamba Tuhan memampukan dan memberdayakan umat atau masyarakat itu, malah digiring pada ritual-ritual alam roh yang kalau dijawab nama Tuhan dimuliakan sementara jika sebaliknya maka diminta agar tekun dalam doa dan pengharapan.

Sungguh; ketika Firman Tuhan diberitakan, mengapa jusrtru hal dosa yang dikupas, kemudian batasan-batasan hidup harus dalam garis sempadan yang sudah ditentukan agar tidak dilanggar semisal prilaku sex, keinginan daging dan berbagai tingkah-laku dan prilaku manusia ( yang menjadi domine dunia pendidikan ) yang mengisi bagian khotbahnya yang dengan demikian Iblislah yang dipromosikan karena umat hanya dibekali dengan iman dan doa serta pengharapan.

Kalau saja existensi dan kemampuan manusia menjadi bagian penting dalam arti rekan sekerja Allah dan dalam pemberitaan Firman Tuhan sebagai methode mensiasati hidup ini dan ditunjang dengan layanan external seperti dijelaskan alinea-alinea dibawah ini, paling tidak barangkali kita boleh berharap dunia yang kita tinggali ini akan lebih baik dan dijalani dengan lebih bertanggungjawab ketimbang membatasi umat dengan hal-hal larangan yang sesungguhnya justru terkesan menakut-nakuti umat agar jangan begini dan jangan begitu. Bukankah hal prilaku sex juga terjadi dalam keluarga hanya dilegitimasi dengan selembar surat nikah dan katakanlah ritual pemberkatan nikah? Pertobatan tidak serta-merta mengkebiri umat manusia dalam ketergantungan pada penyembahan dan iman percaya kepada Allah, melainkan memperkaya pola pikir dan daya nalar dalam meningkatkan kemampuan dan tanggungjawab menjalani kehidupan ini. Selebihnya kehidupan nyata diluar ritual-ritual ibadah, tak pernah ada tuntunan dan pengajaran yang signifikan agar hidup layak sekedar mencukupi kebutuhan sandang-pangan dan papan sepenuhnya menjadi tanggung jawab umat itu sendiri. Apakah salah jika pendidikan formal masuk dalam katagori layanan external diluar ritual-ritual layanan Ibadah dalam naungan institusi gereja? Atau seberapa banyak pengkaderan enter-preneur bagi umatnya agar mampu menciptakan sejuta kesempatan dan lapangan kerja bagi umat itu sendiri? Apakah sakit-penyakit yang diderita umat, cukup sekedar dilawat dan didoakan baik dengan tumpang tangan bahkan dengan doa puasa sekalipun? Sementara kita terus membekali umat dengan hal-hal rohani, tidak berarti kita tidak perduli dengan kehidupan jasmaninya dan disanalah kita seharusnya berperan aktif. Peristiwa-peristiwa dalam katagori mujizat yang dilakukan Yesus mulai dari berjalan diatas air, penyembuhan orang sakit, pengusiran roh-roh jahat, lima roti dan dua ikan, air anggur dalam pesta pernikahan Lazarus yang dibangkitkan dari matinya dan masih banyak tentunya yang dilakukan Yesus, bukanlah harus dijiplak dan di exploiter persis sama melainkan adalah lebih kepada intinya bagaimana rohaniwan, gembala sidang dan para pengerja di lingkungan dunia keKristenan mampu mengambil peran aktif dalam kehidupan hajat hidup orang banyak. Bukankah dunia medis telah menjawab banyak hal tentang sakit-penyakit sementara umat Kristiani hanya mampu memahaminya sebatas mujizat yang justru menyesatkan ketika hal mujizat ini justru mendomine banyak ritual ibadah dan pemikiran umat itu sendiri sehingga pengenalan pada Allah dan hidup dalam kasihNya menjadi kehilangan arti bahkan jauh dari pengajaran-pengajaran yang diberitakan.

Ketika Hamba Tuhan mengupas Firman Tuhan tentang rajawali yang terbang tinggi, maka kupasan Firman Tuhan itu hanya bisa dipahami sebatas perumpamaan, sedangkan dunia dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologinya tidak hanya memahami kisah rajawali sebatas perumpamaan melainkan menciptakan pesawat terbang yang bahkan lebih hebat dari rajawali itu baik dari kecepatan terbangnya, daya jelajahnya yang mampu menembus banyak lapisan atmosfir serta mengunjungi planet demi planet adalah untuk menjawab betapa hebat maha karya Allah dalam menciptakan langit dan bumi dimana anda dan saya dapat mengerti apa yang mau diartikan dengan kata “terbang tinggi”

Berapa banyak hamba Tuhan yang mengartikan Sarah isteri Abraham yang mandul lalu mengandung dan melahirkan Ishak pada masa tuanya atau Elizabeth isteri Zakaria yang hamil pada masa tuanya sebagai buah dari iman percaya, sementara dunia medis dengan peralatan mutakhirnya mampu membuat seorang perempuan yang bahkan tidak harus melalui hubungan sex sekalipun dapat mengandung dan melahirkan seorang bayi manusia dengan inseminasi buatan? Bukankah dua hal ini seharusnya dilihat dan diartikan sebagai jawaban yang satu atas yang lainnya dalam arti mencari kebenaran dan tidak terjebak dalam pemahaman sempit seakan apa yang dihasilkan manusia bertentangan dengan Firman Tuhan. Kalau pemahaman terhadap isi Alkitab selalu diperhadapkan pada dikotomi ini dari Allah dan itu dari dunia maka, bagaimana umat Kristiani berani mengklaim (pribadi, institusi bahkan umat Kristiani ) sebagai yang “lebih dari pemenang”Yang lebih menyedihkan adalah ketika hal-hal mujizat telah kehilangan minat dari umat yang terpaku-paku karena ada yang mengalami mujizat dan ada juga yang sepanjang hidupnya hanyalah penderitaan semata, diperhadapkan pada situasi akhir zaman yang bahkan Yesus sendiri tidak tahu kapan harinya. Bisa-bisanya para hamba Tuhan menjadikan akhir zaman sebagai bagian pengajaran agar umat selalu siap sedia mana kala hari itu datang. Sungguh menyedihkan ketika manusia seharusnya berdaya atas dirinya sendiri dibenturkan kepada hal-hal diluar kemampuan berpikir dan daya nalarnya sehingga ketika umat seharusnya mampu bertanggungjawab atas dirinya sendiri, maka tanggungjawab itu justru dikuasai dunia dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologinya. Janganlah menciptakan dikotomi bahwa yang ini dari Tuhan dan yang itu hasil dari dunia. Sebaiknya dipahami dan dimengerti bahwa yang satu melengkapi yang lain atau yang satu menjawab yang lain sehingga keduanya seperti sekeping mata uang yang tak terpisahkan. Dari sana akan dapat dilihat dan dirasakan bahwa Allah dalam Yesus sungguh maha mulia dan maha kuasa dsan manusia berperanserta sebagai rekan sekerja Allah dalam menggenapi bagian-bagian Firman Tuhan. Amin

Pilih mana…jadi Saulus atau Paulus

Siapakah Saulus dan Paulus sehingga saya harus memilih satu diantara keduanya? Banyak umat Kristen mungkin hanya kenal Paulus lewat surat – suratnya yang mendominasi sebagian besar Perjanjian Baru dengan kisah pertobatannya hingga perjalanannya dalam pemberitaan Firman Tuhan. Bahwa Saulus dan Paulus adalah ibarat dua sisi dari sekeping mata uang yang sama.

Saulus atau Paulus bukanlah nama yang harus kita pilih salah satunya tetapi lebih menggambarkan perjalanan seorang manusia dalam dua kutub yang berbeda.

Pada satu sisi peranan Saulus sebagai seorang ahli Taurat begitu jengkelnya menyaksikan pernyataan dan demonstrasi Yesus yang dikenal adalah anak tukang kayu sebagai Tuhan dan Juru selamat yang mengundang interes dan simpati masyarakat pada waktu itu untuk mempercayai dan menjadi pengikutNya. Hal ini seakan mementahkan keyakinan Saulus pada waktu itu tentang Taurat yang menjadi spesialisasinya. Karuan saja dengan secarik mandat dari petinggi pemerintah waktu itu Saulus mengejar para pengikut Yesus, lalu memenjarakan dan bahkan membunuhnya. Banyak pengikut Yesus menjadi ketakutan dan menghindar dari Saulus. Inilah sekelumit kisah tentang seorang Saulus yang centang peranang dalam perjalanan hidupnya. Sayang apa dan siapa Saulus dalam perjalanannya kurang terungkap latar belakangnya kecuali dia dikenal sebagai seorang ahli Taurat.

Pada sisi yang lain Saulus dalam perjalanannya ke Damsyik mengalami satu peristiwa fenomenal hingga merubah pengertian dan pemahamannya tentang Yesus dan pengikutNya yang dijadikan buruannya. Pengalaman Saulus menjadi luar biasa dari seorang penganiaya hingga pembunuh pengikut – pengikut Yesus berubah menjadi pewarta dalam istilah sekarang dikenal sebagai pekabar Injil yang memberitakan Injil dari satu kota ke kota lain dari satu Negara ke Negara lain. Sesudah mengalami peristiwa fenomenal itu Saulus berganti nama menjadi Paulus. Dalam pekabaran Injil yang dijalaninya Paulus lebih banyak mengajarkan dengan doktrin – doktrin keagamaan dan dalil – dalil realita kehidupan ketimbang mendemonstrasikan fenomenologi mujizat dan keajaiban. Dia membiayai sendiri perjalanan dan pelayanannya dengan menjadi seorang pembuat tenda. Dalam perjalanannya dia tidak serta - merta meminta Tuhan menghentikan angin ribut saat berlayar. Dia tidak berkeluh kesah saat harus menghadapi penangkapan dirinya bahkan dia tidak minta dibebaskan saat dia dipenjara atau bertanya kepada Tuhan kenapa semua kesengsaraan itu harus dialami. Berapa banyak keajaiban atau mujizat yang Paulus alami, toh pengalaman itu tidak dijadikan komoditi pekabaran Injilnya. Dalam nasehatnya Paulus katakan orang yang malas jangan makan. Pada bagian lain nasehat atau pengajarannya bagiku hidup adalah Yesus dan mati adalah keuntungan. Atau Paulus mengajak kita berlomba – lomba dalam kebajikan.

Apa yang mau dikatakan Paulus dari semua pemberitaan dan pekabaran Injilnya? Berdasarkan doktrin – doktrin keagamaan yang dia sampaikan, tidak diragukan kerasulan yang disandangnya dalam arti hidup yang dijalani dari sisi kerohanian mau tidak mau, suka tidak suka menjadi domine Tuhan Yesus dengan manusia sebagai objeknya, Sementara peran aktif manusia dengan segala pengetahuan dan karyanya merupakan dalil – dalil realisasi dari dominasi maha karya Allah itu sendiri.

Sekarang apakah kita yang mengaku umat Kristen harus menentukan status kita sebagai apa dalam menjalani kehidupan dewasa ini. Sebagai Saulus atau sebagai Paulus?

Banyak orang pastilah ingin berstatus seperti Paulus kalau boleh memilih, tetapi kenyataannya kita lebih banyak berperan sebagai Saulus. Mungkin dengan sangat meyakinkan kita berani mengatakan bahwa kita sama sekali tidak pernah terlibat penganiayaan terhadap orang Kristen apalagi membunuhnya. Marilah kita bedah kehidupan sehari – hari kita, apakah kita sudah berprilaku seperti Paulus atau seperti Saulus. Nah menjadi lebih jelas bukan, bahwa sebenarnya kita tidak tahan uji. Di banyak peristiwa dan masalah yang kita hadapi seringkali bukannya kita berpikir dan berjuang keras untuk mengatasinya kita malah datang pada Tuhan dengan sejuta keluh – kesah. Saya sakit kepala. Saya nganggur, saya tidak punya uang dan saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan? Bahkan untuk seorang pendamping hiduppun saya tak mendapatkannya, sehingga saya terlibat perselingkuhan misalnya. Atau untuk sesuap nasi kita harus mengemis atau menipu sana sini. Sebagai orang Kristen percaya kepada Tuhan Yesus sudah pasti menjadi bagian di dalamnya. Adakah seseorang yang mengaku Kristen tapi tidak percaya kepada Tuhan Yesus? Atau adakah seseorang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus tetapi bukan orang Kristen? Bukankah menjadi amat sangat melecehkan kalau kita memisahkan antara percaya kepada Tuhan Yesus dengan sebutan orang Kristen. Apalagi kalau lalu kita mengartikan orang susah itu jauh dari Tuhan, penuh dosa baik dosanya sendiri maupun dosa warisan. Atau hanya mereka yang sukses dan kaya raya yang masuk dalam sebutan orang Kristen dan yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus saja. Bukankah ini lebih menyakitkan dibanding penganiayaan dan lebih kejam dibanding pembunuhan? Tidakkah sosok Paulus bisa menjadi teladan bagaimana Injil itu dikabarkan dan diberitakan? Atau haruskah setiap pekabaran dan pemberitaan Injil selalu diwarnai dengan mujizat dan keajaiban? Barangkali kita menjadi terlalu cengeng dan kekanak – kanakkan, jika selalu berkeluh – kesah dalam setiap masalah dan peristiwa yang kita hadapi. Ingatlah penderitaan Yususf yang harus dibuang saudara – saudaranya dan dijual ke Mesir untuk mempersiapkan makanan pada waktu susah kemudian hari. Adakah Yusuf berkeluh – kesah? Ingatlah Penderitaan Yesus sejak lahirnya di kandang domba, pengungsianNya saat ada dekrit anak laki laki usia balita harus dibunuh. PengembaraanNya dari satu kota ke kota dalam melawat umatNya yang berujung pada penyalibanNya di kayu salib. Adakah terdengar keluh kesahNya. Dia harus mati dan dikuburkan. Tetapi Dia bangkit untuk menyatakan kemenanganNya atas penderitaanNya, dan atas maut. Demikianlah kadang kita tidak sadar bahwa sebenarnya peranan Saulus yang kita jalani. Kita merasa melayani padahal justru menganiaya bahkan membunuh. Kita membiarkan diri menjadi manusia yang takut pada Tuhan hanya semata – mata tidak mau bersusah – payah, bersakit – sakit dulu dan berkubang dalam penderitaan. Padahal dibalik semua itu Ada makanan yang disediakan, ada kebangkitan dan kemenangan bagi mereka yang bekerja dan tahan uji sampai pada kesudahannya. Saulus dan Paulus adalah dua sisi dari sekeping mata uang yang sama. Percaya dan berharap kepada Yesus barulah satu sisi dari kehidupan kita sementara bekerja dan berkarya adalah sisi lain dari kehidupan ini. Keduanya harus berjalan seiring dan seimbang. Maka berkat akan dicurahkan dan Tuhan bertahta atasnya. Amin

Pucung, Bantul 24 Maret 2009

Hardo Jayadi Setiawan

Call sign Anwari.

Umat yang cerdas dan dewasa

Saya tidak tahu berapa pastinya, umat Kristiani yang ada di Indonesia sekarang ini?. Apakah penting mengetahui seberapa banyak umat Kristiani di Indonesia? Sebenarnya yang ingin dikupas dalam tulisan ini adalah berapa banyakpun umat Kristiani yang ada di Indonesia, apakah cukup punya kualitas pemahaman dan prilaku yang sesuai dengan ajaran Kristiani itu sendiri. Hal ini menjadi penting karena makin bertumbuhnya persekutuan maupun gereja tidak mencerminkan umat yang cerdas dan dewasa kalau tidak ingin dikatakan sebaliknya. Cobalah lihat aktifitas gereja-gereja mainstream yang terkesan kaku dan menjemukan. Sementara gereja-gereja dan persekutuan warna-warni malah terkesan klenik dan mengarahkan umatnya seakan besok adalah kedatangan Yesus kedua kalinya. Hidup ini yang seharusnya dijalani dengan berbagai tugas dan tanggung jawab, yang terasa makin berat dan penuh tantangan justru diabaikan hanya untuk membaca dan memahami Firman Tuhan. Cobalah tengok… apakah dunia makin dikuasai oleh mereka yang mengaku lebih dari pemenang, Bejana kemuliaan, berkat surgawi dan sejuta motto yang bombastis atau dunia makin dikuasai tekhnologi dan explornya.

Banyak umat terheran-heran dan terkagum-kagum, bagaimana tumpang tangan dan urapan, dapat mendatangkan berbagai karunia mujizat. Tapi mereka merasa kalah pamor oleh ponari dengan batu dan air celupannya. Belum lagi kupasan Firman Tuhan yang diuraikan sebagai nubuat kedatangan Yesus, diracik menjadi jamu tradisional yang cespleng ketika diminum. Jadilah manusia ciptaan Tuhan yang paling sempurna, serupa dan segambar dengan kehendak Bapa tidak lebih dari seonggok tulang belulang berbalut daging dan kulit yang mungkin ( maaf ) untuk sekedar buang hajatpun harus bertanya kepada sang Penciptanya. Dimana dan kemana saya harus buang hajat. Inilah yang menjadi kegelisahan terhadap bagaimana isi Alkitab dipahami dan diimplementasikan oleh umatNya. Semua berpulang kepada para hamba Tuhan yang menyampaikan pemberitaan Injil. Kemana jemaat atau umat ini akan digembalakan. Sekedar bersiap-siap menantikan kedatangan Yesus kedua kalinya sambil menggapai berbagai-bagai karunia bahasa Roh maupun mujizat-mujizat ketika menghadapi sakit-penyakit ataupun musibah dan persoalan hidup yang seharusnya mudah dihadapi umat itu sendiri. Atau mampu membuka cakrawala dan pola pikir umatnya dalam melihat tantangan dan kesempatan sebagai manifestasi dari Firman Tuhan yang dijadikan pegangan dan petunjuk menjalani kehidupan di dunia yang fana ini. Adakah jaminan umat Kristiani hidup jauh dari iri hati, dengki, tipu muslihat, keangkuhan, kemiskinan, sakit-penyakit, kebodohan bahkan keterbelakangan hingga tak mengerti sesungguhnya dunia telah bergerak dan berkembang kearah mana. Tidakkah fenomena pertumbuhan gereja-gereja dan persekutuannya memperlihatkan atau ibarat pepatah mengatakan bagai katak dalam tempurung. Dunia yang berkembang pesat kurang dicermati kalangan gereja maupun persekutuannya kecuali dipahami sebagai tawaran menggiurkan yang menyesatkan. Dengan demikian umatnya yang usai ibadah kerohanian kembali ke dunianya, menjadi stress karena terdorong kebutuhan sandang-pangan yang harus dicukupi, biaya sekolah maupun energi yang terus membumbung. Tawaran tekhnologi yang terus membuat hati dan pikiran bertanya, apa yang harus kita lakukan? Berdoa saja, berserah dan berharap pada kasih Tuhan agar mujizat masih terjadi? Sementara kehidupan masih berjalan terus, tingkat stress sudah menjadi depresi. Dalam keadaan ini umat atau jemaat malah diminta untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan. Lembar uangmu adalah lembaran yang baru dikeluarkan lembaga bank dengan nominal yang terbesar dan dalam jumlah terbanyak yang mampu diberikan. Apapun juga yang mampu umat berikan berikanlah yang terbaik dan terbesar. Jangan tunggu usahamu berhasil dulu jangan tunggu ada pembangunan dan pengembangan gereja. Berikan sekarang juga. Karuan saja umat tak mampu lagi berfikir sehat dan logic karena satu sisi diperhadapkan pada perintah/kehendak Allah, disisi lain dapur dan usaha dirumah juga harus diperhatikan. Tapi semua tidak ada waktu lagi untuk menghitung-hitung maupun menyisihkan seberapa besar yang baik untuk diberikan.. Dalam kehidupan sehari-hari di gereja maupun diluar sana nampak biasa-biasa saja namun sesungguhnya dalam hati seakan ada api dalam sekam. Setiap saat mampu meledak dengan alasan yang paling sepele sekalipun. Dan itu tidak terkecuali, seorang hamba Tuhan yang punya gawean berskala nasional sekalipun suatu ketika mampu menendang sopirnya sambil sumpah serapah tanpa alasan yang kuat untuk melakukannya. Apalagi cuma umat atau jemaat biasa yang problem utamanya adalah sesuap nasi dan biaya sekolah anak. Mana lebih penting; membangun gedung ibadah semegah Plaza Indonesia atau membina umat agar cerdas dan dewasa agar mampu membiayai kebutuhannya dan syukur kalau mampu mengulurkan tangan untuk membantu yang lemah dan kekurangan. Sementara gedung ibadah bukanlah diabaikan, kalau problemnya cuma terkesan sesak solusinya kan jam ibadah yang diperbanyak. Kalau perlu dari subuh hingga dini hari penyelenggaraannya. Bukankah kehendak Allah tidak diukur dari seberapa megah gedung ibadahnya. Bukankah qualitas dan quantitas jemaat tidak diukur dari seberapa besar jumlah yang diberikan dalam bentuk perpuluhan maupun kolekte? Jadi ukuran umat/jemaat yang cerdas dan dewasa adalah bagaimana membaur dan mengimplementasikan iman percayanya ditengah kehidupan sehari-hari. Ukuran gereja sebagai institusi adalah sejauh mana berperan ditengah hiruk=pikuk dunia yang dilanda musibah dan bencana. Dalam keadaan normal sudahkah mencerdaskan dan mensejahterakan umatnya sendiri maupun masyarakat pada umumnya semisal dengan menguasai dunia pendidikan, kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam kerangka manifestasi dari Firman Tuhan? Para hamba Tuhan yang paling bertanggung-jawab atas kecerdasan dan kedewasaan umat/jemaatnya. Bukankah mereka dipanggil untuk menggembalakan domba-dombanya ke padang rumput yang hijau dan ke air yang tenang. Para hamba Tuhan yang paling bertanggung-jawab untuk mendatangkan hujan maupun menghentikannya bahkan sampai bertahun-tahun tidak hujan seperti yang dilakukan Elia agar domba gembalaannya melakukan kehendak Allah. Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati. Kiranya mereka yang beriman dan mengaku percaya kepada Tuhan mampu menjadi rekan sekerja Allah dalam mewujudkan isi Alkitab. Amin

Pucung, Bantul 27 April 2009

Hardo J Setiawan

Callsign:Musafir

KETIKA KARUNIA-KARUNIA ALLAH TIDAK LAGI DIMINATI

Mengamati perkembangan umat Kristiani berikut dengan kegiatannya yang dibungkus dalam pemahaman persekutuan ibadah formal di gedung-gedung gereja maupun yang nonformal di rumahan, tempat-tempat pertemuan dan di banyak tempat juga dengan berbagai media dan sarana yang diusahakan semisal studio TV dan radio, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan secara kuantitas tidaklah terlalu signifikan jika diukur dari pengertian umat non kristiani menjadi umat Kristiani. Sejauh pengamatan sederhana, pertumbuhan anggota jemaat di satu gereja atau denominasi lebih disebabkan perpindahan dari jemaat disatu gereja ke gereja atau denominasi lainnya. Kemudian dari jemaat Kristiani yang beranak pinak, anggota-anggota keluarga semisal dari ponakan, paman dan bibi, mertua-menantu dan kerabat-kerabat dekatnya.Hal ini jelas tidak dapat dikategorikan sebagai pertumbuhan secara kuantitas karena satu-satunya ukuran pertumbuhan kuantitas adalah dari non Kristiani menjadi umat Kristiani.

Lalu dari sudut kegiatan peribadahannya juga tidak ada pertumbuhan signifikan yang proporsional kecuali warna baru dari cara-cara peribadahannya. Kalau dulu hanya dikenal ada tiga denominasi gereja yang dominant yaitu Khatolik, Protestan dan pentakosta dengan peribadahan yang menggunakan liturgy, maka dewasa ini menjamur peribadahan yang keluar dari kontek peribadahan yang menggunakan liturgy dan bebas dalam melakukan ritual ibadahnya dengan pemahaman sepenuhnya dipimpin oleh Roh Kudus yang beracara. Lalu menjadi menarik apakah betul Kristiani bertumbuh dan berkembang secara menakjubkan atau membanggakan sehingga berani menggunakan slogan;lebih dari pemenang.bejana kemuliaan, berkat surgawi, madu surgawi dan sejuta slogan yang bombastis seakan dunia yang kita tinggali ini masyarakatnya sudah hidup dekat dan bergaul dengan ALLAH yang mahakuasa dan mulia itu? Boleh jadi jika kita telusuri maka kenyataan sebaliknya yang kita dapati.

Fenomena-fenomena yang dirasakan sebagai pertumbuhan dan perkembangan keKristenan berawal…lebih kepada factor kejenuhan dan kehampaan dalam mengikuti ritual ibadah yang ada ( berliturgi ), Maka agar suasana ibadah lebih bersemangat dan lebih berisi, sadar atau tidak maka dikreasikan dengan pertama-tama adalah tepuktangan, interaktif umat dengan hamba Tuhan, dan kemudian Kharisma seorang hamba Tuhan yang mampu mempesona kalau tidak ingin dikatakan menghipnotis jemaat dengan olah vocalnya, dengan ekspresi perasaannya dan terutama keadaan emosi dan factor kebugaran fisik jemaatnya membuat peribadahan terkesan bersemangat dan lebih berisi. Sampai disini pokok permasalahannya belum menyentuh pada hal terpenting apakah jemaat mengerti dan betul-betul memahami apa yang ingin disampaikan Firman Tuhan dan sejauh mana Firman Tuhan betul-betul menjadi bagian dari kehidupan jemaat itu sendiri, atau Firman Tuhan dan keKristenan hanya sebatas solusi atas permasalahan yang sedang dihadapi jemaatnya semisal; kalau saya sakit, ouw… di gereja anu ada ibadah penyembuhan. Agar saya sembuh saya ikut saja ibadah di gereja itu. Hebatnya pada waktu didoakan saya sembuh dari sakitnya. Wah…luar biasa.

Disisi lain, tidak jelas apakah semua jemaat dengan permasalahannya baik sakit penyakit, musibah yang dihadapi, keuangan dan apapun juga masalah yang dihadapi mendapat jawaban doa yang pasti, atau hanya satu dua jemaat yang doanya dijawab. Hal ini tidak pernnah terexpose karena yang terexpose hanya mereka yang mengalami mujizat. Itu yang pasti. Pertanyaannya adalah apakah satu dua orang yang mengalami mujizat, lalu bisa diklaim sebagai dogma tentang keyakinan iman percaya yang harus diexplorasi dan diexploitir habis-habisan, sehingga ritual ibadah tanpa hal-hal mujizat malah dianggap tidak rohani dan tidak menarik.Apa jadinya jika karunia-karunia Allah tidak lagi sering terjadi dan bahkan tidak lagi menarik bagi sebagian umat/kjemaat yang pada akhirnya juga merasa jenuh dengan kegiatan ritual ibadah seperti itu?

Dewasa ini telah berkembang dalam ritual-ritual ibadah dengan penekanan pada alam Roh,.Beberapa hamba Tuhan yang merasa dikaruniai talenta pelayanan di alam Roh, membahasnya secara demonstrative, dimulai dari melihat adakah kuasa-kuasa kegelapan yang mempengaruhi seseorang, sekelompok orang dan satu tempat atau suatu wilayah sehingga harus disucikan dan dikuduskan bagi ALLAH dan dari sana siapapun juga orang yang mendapat pemulihan boleh merasakan kasih karunia ALLAH dan berkat-berkat jasmani-rohani yang berkelimpahan. Kita tidak tahu seperti itukah iman percaya seseorang bahkan umat Kristiani harus dipahami atau justru sebaliknya bahwa pemahaman seperti ini tidak jauh berbeda dengan praktek perdukunan dan fengshui. Yang pasti umat Kristiani dalam kesadarannya yang hidup dialam nyata, tidak sepenuhnya harus terjebak dialam Roh yang sulit dipahami dan dimengeti apalagi tidak semua dan tidak harus umat Kristiani mengalami dan memiliki talenta melayani dan terlayani dialam Roh seperti apa yang mereka ajarkan.

Sebenarnya agak mencengangkan mereka yang merasa diberi karunia atau talenta khusus ini lalu membuat statement satu tubuh Yesus dengan banyak anggota tubuh. Sudah pasti tujuannya agar praktek mereka dalam dunia keKristenan menjadi legitimate dengan statement mereka dan tak perlu dipertentangkan. Herannya dari kelompok ini juga muncul pemahaman baru bahwa kegiatan ritual ibadah yang menggunakan liturgy atau paling tidak ritual-ritual ibadah formal yang sudah diselenggarakan dan diacarakan ribuan tahun hingga kini dengan penataan dan penjadwalan dikategorikan sebagai roh agama yang justru membelenggu peranan Roh Kudus. Seakan umat Kristiani yang sudah ribuan tahun beribadah dengan penataan dan penjadwalan tiba-tiba seperti menjadi orang kafir yang harus ditobatkan kembali hanya dengan pemahaman dan keyakinan mereka bahwa ritual ibadah seperti itu salah dan tidak rohani.

Bagi umat Kristiani yang menjadi bingung dengan menjamurnya persekutuan ibadah umat Kristiani dewasa ini, patutlah merenungkan beberapa hal sebagai berikut;

Siapakah yang menebar benih perpecahan dengan menyatakan baptisan percik tidak sah dan harus dibaptis ulang?

Siapakah yang membuat pernyataan bahwa ritual ibadah tanpa pencurahan Roh kudus dan berbahasa Roh tidak rohani?

Siapakah yang memastikan bahwa setiap doa yang dipanjatkan apapun juga isi permohonan kita pasti dijawab?

Siapakah yang menebar pesona dengan memastikan bahwa mujizat pasti terjadi?

Kalau saja Alkitab sungguh menjadi acuan bagi kehidupan umat manusia terutama mereka yang mengaku percaya kepada ALLAH dalam YESUS sebagai TUHAN dan juruselamat, maka Kej 1 : 28 mengajar kita bagaimana kita seharusnya menaklukkan dunia dan berkuasa atasnya. Bukankah untuk semua itu ALLAH dalam YESUS telah menyerahkan nyawaNya sehingga tak ada alasan untuk memohon dan meminta kepadaNya karena nyawaNya sekalipun sudah DIA serahksn bagi kita. Permohonan dan permintaan kita dalam doa lebih sebagai meterai atas apa yang dituliskan dalam kej 1 : 28. Kemudian yang mendasari kita dalam melakukan kej 1 : 28 adalah dalam kerangka hukum kasih yang terdapat dalam Mat 22 : 37-40. Kasihilah TUHAN ALLAHmu dengan segenap hatimu, lalu dengan segenap jiwamu dan yang tidak kalah pentingnya adalah dengan segenap akalbudimu.Maksudnya suka tidak suka hidup ini tidak semata-mata bicara soal alam rohani dan jiwa tetapi juga seluruh existensi dan potensi kita sebagai manusia harus diutamakan dalam kerangka mengasihi ALLAH. Wujud mengasihi ALLAH terangkum dalam kasihilah sesamamu manusia. Nah padana dari hukum kasih ini adalah mat 7 ; 15 – 21.

Kemudian sebagai umat Kristiani yang aktif kita tidak selesai dalam hukum kasih saja melainkan ada amanat agung yang harus kita emban. Semuanya menjadi mata rantai yang tidak berdiri sendiri tetapi menjadi satu kesatuan yang harus diexplorasi dan diexploitasi terus menerus sampai seluruh isi Alkitab sudah digenapi dan Dia datang untuk kedua kalinya untuk menjemput kita dan diangkat ke Sorga mulia.

Jadi janganlah mudah terombang-ambing oleh berbagai pengajaran apalagi pengajaran yang mengutamakan pada karunia dan mujizat semata dan terlebih pengajaran yang memecahbelah. Semua itu hanya memberi kebahagiaan sesaat didunia dan seakan ALLAH beserta kita padahal Iman percaya kita hanya TUHAN yang berhak menilainya.

Kiranya kasih karunia dari ALLAH Bapa dan persekutuan dengan YESUS dan pertolongan dari Roh Kudus menyertai kita sekalian. Amin.

Bogor 25 Oktober 2009

Hardo Jayadi Setiawan

Callsign;Anwari,musa,klana

Kasihilah sesamamu manusia

Siapa sih Mario Teguh motivator yang menjadi nara sumber dalam acara talkshow Golden way di Metro TV setiap minggu jam 19.00 malam? Saya sempat terheran-heran mengikuti dan menyimak acaranya yang bertajuk Super friendship. Bagaimana Tidak, ketika seorang peserta/penonton bertanya tentang bagaimana mengasihi Tuhan,jawaban yang terlontar adalah “wujud dari mengasihi Tuhan itu adalah dengan mengasihi sesamamu manusia”. Kalau saja jawaban ini berkumandang ditengah peribadahan umat Kristiani mungkin saya tidak perlu terheran-heran karena jawaban ini merupakan hukum yang sama merunut kepada hukum yang terutama yaitu Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akalbudimu. Keheranan saya karena jawaban yang terlontar terjadi ditengah acara umum dengan pendengar yang beragam latar belakang iman percayanya dan justru mendapat applause luar biasa. Memang applause meriah belum tentu menjelaskan pengertian dan pemahaman yang pasti dari pendengarnya, tetapi setidaknya bagi saya sangat menakjubkan.

Seorang hamba Tuhan dalam kedudukan sebagai ketua PGI pernah ditanya menteri agama pada waktu itu bapak Mukti Ali “ apakah betul seseorang tidak dapat masuk sorga tanpa Yesus?”. Pertanyaan ini terlontar saat acara perayaan natal dimana ketua PGI mendampingi menteri agama yang diundangnya. Sekalipun terkesan sederhana dan enteng jawaban dari hamba Tuhan adalah:”menurut kami yang kami yakini memang demikian pak Menteri”. Saya bayangkan kalau saya atau siapapun juga umat Kristiani awam diperhadapkan pada situasi yang sama dengan hamba Tuhan ketua PGI itu,kira-kira apakah sama jawaban yang saya berikan. Barangkali iman saya akan terguncang dengan wajah pucat-pasi dan rasa ketakutan yang luarbiasa, karena mungkin jawaban saya bisa menghantar saya kemeja pengadilan dan bahkan mungkin mengirim saya ke penginapan prodeo alias penjara. Hebatnya pak Menteri manggut-manggut mendengar jawaban dari hamba Tuhan ketua PGI itu.

Saya sendiri pernah mendapat pertanyaan dari seorang pelayan warung makan langganan saya yang mirip-mirip dengan pertanyaan pak Menteri; “Apakah hanya orang Kristen yang bisa masuk sorga.pak?”. Jujur saja saya sempat terpana mendapat pertanyaan ini, karena selama ini sebagai langganan diwarung makan itu saya memang terbiasa bercanda dan bergaul tanpa risih dengan para pelayan maupun keluarga pemilik warung makan itu sehingga mereka juga tahu kalau saya taat beribadah dengan ke gereja setiap minggu. Saya tidak tahu apakah atas pimpinan Roh Kudus saya berpikir keras berusaha menjawab pertanyaan itu sebagai berikut;”Setiap umat beragama pastilah beriman sesuai ajarannya, jadi sejauh iman yang saya yakini memang demikian. Bukankah demikian juga iman yang kamu yakini? Kami masuk dalam pengertian yang sama sekalipun dengan latar belakang iman percaya yang berbeda. Ada ketenangan dan kedamaian saat jawaban saya tidak jadi kontroversi dan mampu mencairkan suasana yang tadi bagiku terasa menegangkan. Beberapa waktu kemudian dihari minggu justru pemilik warung yang sudah menjadi Haji itu malah mengingatkan saya untuk pergi ke gereja ketimbang ngobrol dan makan diwarungnya. Lagi-lagi saya terpana bagaimana perbedaan iman tidak harus membuat umatnya tersekat dalam kesehariannya justru saling mengingatkan dan mendukung. Pengalaman yang luar biasa.

Suatu ketika rutinitas membaca Firman Tuhan membuat jantung saya berdegup-degup keras sambil menahan emosi dan luapan haru yang luarbiasa. Butir-butir air mata tak tertahankan menitik dipipi saat sampai pada bagian bacaan dengan perikop Yesus dihadapan pilatus. Merenungkan awal mula penyebab Yesus diperhadapkan pada Pilatus adalah ulah seorang Yudas Iskariot murid yang dipercayakan sebagai bendahara yang berharap suatu ketika Yesus memproklamirkan diri sebagai raja pastilah jabatan menteri keuangan atau sekarang lebih dikenal sebagai menteri ekonomi menjadi bagiannya. Alih-alih kerajaan sorga itu akan berwujud malah kenyataannya Yesus makin slowdown dan coolingdown. Karuan saja Yudas Iskariot yang sudah tidak sabar, berikhtiar dan akhirnya menjual Yesus dengan tigapuluh keping perak. Yang membuat jantung berdegup justru karena sampai pada pengertian bahwa Yudas Iskariot adalah murid Yesus sendiri tidak hanya dekat dengan Yesus dalam kesehariannya tetapi juga tahu dan kenal betul siapa Yesus gurunya itu. Seberapa banyak hamba Tuhan dewasa ini yang merasa dekat dan kenal betul siapa Yesus sehingga baik atas Firman Tuhan yang direnungkannya maupun atas inisiatifnya sendiri ingin menghadirkan kerajaan Sorga dibumi ini. Sesungguhnya baik sekali ingin menghadirkan kerajaan Sorga dibumi ini, jika mampu menggunakan otoritas yang sudah Tuhan anugerahkan, tetapi alih-alih untuk menggunakan otoritas yang dianugerahkan, para hamba Tuhan ini justru melecehkan dan memperkosanya hanya untuk kepentingannya sendiri dengan label pelayanan dan pekabaran Injil. Bukankah dengan label ini mereka mencari simpati dan kerelaan donator untuk sekedar mengucurkan rupiah rupiah atau dollarnya mendirikan komsel maupun tempat-tempat persekutuan ( karena tidak layak dikategorikan gereja/rumah ibadah). Jantung ini berdegup karena harus cooling down atau bersuara keras. Sampailah bacaan itu pada situasi YESUS dipertanyakan;” Apakah Engkau raja orang Yahudi?” Lagi-lagi pertanyaan pelayan warung makan, pertanyaan menteri Agama dan terutama keberanian seorang Mario Teguh berkecamuk menekan emosi dan rasa haru yang tak tertahankan hingga butir-butir airmata menetes pada kedua pipi ini. Saya dan anda, siapapun juga yang mengaku sebagai hamba Tuhan, rekan sekerja Allah apakah kita memuliakan Tuhan dan sungguh bekerja melayani Allah dan umatNya atau sebaliknya kita memperhadapkan Allah kita pada pertanyaan Engkaukah raja orang Yahudi? Hati ini ingin rasanya menutup Alkitab terbuka dihadapan saya dan berlari ketepian jurang dan terjun bebas disana sekadar ingin mengakui kedegilan dan keangkuhan egoisme. Merasa dekat dengan Tuhan, tahu dan kenal Tuhan padahal pelecehan dan penistaan yang kita lakukan. Ampuni kami ya Tuhan. Beri kami kesempatan untuk mencerdaskan dan mencerahkan umatMu. Membawa damai sejahtera dan sukacita agar sungguh namaMu dimuliakan Agar kami tidak sekedar memuji dan memuliakan namaMu sebatas ucapan dibibir, tetapi penyembahan dan bakti kami padaMu dalam wujud mengasihi sesama. Itulah Hukum kasih.

Pucung, Bantul 6 Juni 2009

Hardo J setiawan

Callsign: Anwari/Klana/Musa/